foto: ajnn INDONESIAKININEWS.COM - Kasus penghinaan terhadap Presiden Jokowi terjadi lagi. Kali ini dilakukan seorang warganet berinisi...
foto: ajnn |
INDONESIAKININEWS.COM - Kasus penghinaan terhadap Presiden Jokowi terjadi lagi. Kali ini dilakukan seorang warganet berinisial NA.
Polda Metro Jaya telah menangkap warganet berinisial NA yang diduga telah menyebarkan ujaran kebencian ataupun penghinaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait virus corona pada Selasa (28/4/2020) lalu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus saat menggelar rilis pengungkapan kasus penyebaran ujaran kebencian dan hoax pada periode April 2020 lalu.
"Ini bulan lalu subdit 4 menangkap seseorang inisial NA ini menyangkut kebencian terhadap presiden republik Indonesia pelakunya sudah ditangkap," kata Yusri di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (4/5/2020).
Yusri mengatakan, NA ditangkap oleh Anggota Subdit IV Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya di kawasan Jakarta Selatan.
Pelaku diketahui telah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
"Saat ini dilakukan penahanan terhadap tersangka NA di Rumah Tahanan Dit Tahti Polda Metro Jaya," jelasnya.
Adapun postingan yang diduga sebagai ujaran kebencian terhadap presiden Jokowi pertama kali diunggah NA pada 6 April 2020 di akun Facebook pribadinya.
Unggahan yang dipersoalkan adalah ”Drpd dokter2, lbh baik presiden aja yg meninggal, krn presiden lbh mudah dpt gantinya apalagi saat ini manfaatnya kecil se-X”.
"Ini biasanya ujaran kebencian kepada negara pemerintah dengan bertujuan menimbulkan sentimen negatif sehingga menimbulkan keresahan ke masyarakat," jelasnya.
Lebih lanjut, Yusri mengatakan pihaknya akan menggandeng sejumlah ahli dan praktisi apakah postingan itu bisa dikategorikan dalam ujaran kebencian atau justru bentuk kritik terhadap Jokowi.
"Kita ini dalam penyidikan. Kita pasti akan memeriksa saksi, ahli bahasa dan ahli ITE," pungkasnya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka dijerat Pasal 28 Juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Juncto Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUHP. Ancaman hukumannya paling lama 10 tahun.
Sebelumnya, Polda Kepulauan Riau menangkap seorang tersangka berinisial WP karena diduga mengunggah komentar bermuatan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo.
WP (29) sehari-hari bekerja sebagai buruh harian dan merupakan warga Kota Tanjung Pinang, Kepri.
“Pelaku inisial WP berhasil diamankan oleh tim teknis Subdit V Dittipidsiber Ditreskrimsus Polda Kepri atas dugaan melakukan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Presiden Republik Indonesia,” kata Kabid Humas Polda Kepri Kombes Harry Goldenhardt melalui keterangan tertulis, Rabu (8/4/2020).
Penangkapan tersebut berdasarkan laporan polisi bernomor LP-A /55/IV/2020/Spkt-Kepri tertanggal 5 April 2020. Namun, Harry tak merinci lokasi serta waktu penangkapan WP.
Menurut Harry, WP mengunggah komentar berupa meme atau gambar yang menghina Presiden Jokowi pada sebuah unggahan di Facebook.
Berdasarkan keterangan polisi, tersangka melakukan aksinya karena bercanda.
“Maksud dan tujuan pelaku adalah untuk membuat lelucon dengan menyindir kinerja Presiden Republik Indonesia dan menurut keterangan awal pelaku bahwa ada ketidaksukaan terhadap Presiden Republik Indonesia,” tuturnya.
Polisi mengamankan sejumlah barang bukti antara lain, sebuah handphone, dua sim card, KTP pelaku, dan cetakan unggahan di Facebook.
Pelaku dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 208 ayat (1) KUHP.
“Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” ucap Harry.
Siapa saja yang menghina Presiden RI, Joko Widodo atau maupun pejabat pemerintah lainnya dalam menangani Virus Corona atau Covid-19 di media sosial seperti di Facebook, Twitter, Instagram dapat terancam sanksi pidana.
Gak percaya?
Hal itu tertuang di dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 4 April 2020.
Surat telegram tersebut dibuat dalam rangka penanganan perkara dan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19 dalam pelaksanaan tugas fungsi reskrim terkait perkembangan situasi serta opini di ruang siber dan pelaksanaan hukum tindak pidana siber.
Keabsahan surat telegram tersebut dikonfirmasi oleh Karo Penmas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono.
"Bentuk pelanggaran atau kejahatan serta masalah yang mungkin terjadi dalam perkembangan situasi serta opini di ruang siber: penghinaan kepada penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 207 KUHP," demikian tertulis dalam surat telegram tersebut seperti dikutip Kompas.com, Ahad atau Minggu (5/4/2020).
Sesuai Pasal 207 KUHP, maka penghinaan itu bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.
Di dalam pasal itu disebutkan, "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau hadan umum yang ada di
Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Selain penghinaan kepada presiden dan pejabat pemerintahan, bentuk pelanggaran lain yang juga diatur di dalam surat telegram itu yakni ketahanan akses data internet selama masa darurat; penyebaran hoaks terkait Covid-19 dan kebijakan pemerintahan dalam mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Kemudian, praktik penipuan penjualan online alat-alat kesehatan, masker, alat pelindung diri (APD), antiseptik, obat-obatan dan disinfektan sebagaimana dimaksud Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) UU ITE, serta kejahatan orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan dan atau menghalangi sebagaimana UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 93.
Untuk mencegah hal tersebut, Kapolri Jenderal Idham Azis memerintahkan jajarannya untuk menyosialisasikan kepada masyarakat terkait dengan kebijakan pemerintah pusat dalam penanggulangan Covid-19, serta menggiatkan kampanye perang terhadap cyber crime.
"Laksanakan patroli siber untuk monitoring perkembangan situasi serta opini di ruang siber, dengan sasaran penyebaran hoax terkait Covid-19, hoax terkait kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19, penghinaan kepada penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah, praktek penipuan penjualan online alat-alat kesehatan," demikian keterangan lanjutan dalam surat telegram tersebut.
Kapolri juga memerintahkan agar dalam pelaksanaan penegakan hukum dapat dilaksanakan secara tegas, dan setiap kejahatan yang diungkap diekspos ke publik untuk memberikan efek jera kepada pelaku lainnya.
"Laksanakan patroli siber untuk monitoring perkembangan situasi serta opini di ruang siber, dengan sasaran penyebaran hoax terkait Covid-19, hoax terkait kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19, penghinaan kepada penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah, praktek penipuan penjualan online alat-alat kesehatan," demikian keterangan lanjutan dalam surat telegram tersebut.
Kapolri juga memerintahkan agar dalam pelaksanaan penegakan hukum dapat dilaksanakan secara tegas, dan setiap kejahatan yang diungkap diekspos ke publik untuk memberikan efek jera kepada pelaku lainnya.
Sumber: tribunnews