foto: lawjustice INDONESIAKININEWS.COM - Sejumlah kalangan mengkritik Surat Telegram Kapolri salah satunya terkait penindakan tegas ba...
foto: lawjustice |
INDONESIAKININEWS.COM - Sejumlah kalangan mengkritik Surat Telegram Kapolri salah satunya terkait penindakan tegas bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 dan berpotensi "abuse of power".
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyesalkan terbitnya telegram Polri yang salah satu poinnya terkait penindakan hukum penghina presiden dan pejabat negara dalam situasi wabah virus corona (Covid-19).
SBY menyatakan poin dalam telegram Polri tersebut malah memicu persoalan baru.
"Saya perhatikan beberapa hari terakhir ini justru ada situasi yang tak sepatutnya terjadi. Apa itu? Kembali terjadi ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah, bahkan disertai dengan ancaman untuk "mempolisikan" warga kita yang salah bicara. Khususnya yang dianggap melakukan penghinaan kepada Presiden dan para pejabat negara," ujar SBY dalam tulisan artikelnya yang diunggah ke akun Facebook, Rabu, (8/4) siang.
"Mumpung ketegangan ini belum meningkat, dengan segala kerendahan hati saya bermohon agar masalah tersebut dapat ditangani dengan tepat dan bijak," imbuhnya.
SBY justru meminta agar semua pihak fokus menangani pandemi Covid-19 di Indonesia yang belum berakhir.
"Saya melihat masih ada elemen di negeri ini yang belum benar-benar fokus dan tidak bekerja sesuai prioritasnya.
Presiden RI selama dua periode tersebut, 2004-2009 dan 2009-2014 mengingatkan kembali prioritas saat ini adalah menyelamatkan warga yang sudah terinfeksi, dan membatasi serta menghentikan penyebaran virus corona.
"Isu yang muncul sebenarnya klasik dan tidak luar biasa. Intinya adalah bahwa negara, atau pemerintah, akan mempolisikan siapapun yang menghina presiden dan para pejabat pemerintah," kata SBY.
SBY beralasan itu klasik dan tak luar biasa karena kerap terjadi di sebuah negara--bahkan menganut sistem demokrasi--yang tengah berada dalam masa transisi, konsolidasi, atau memilki pranata hukum warisan kolonial.
"Yang menjadi luar biasa adalah kalau hukum-menghukum ini sungguh terjadi ketika kita tengah menghadapi ancaman korona yang serius saat ini," kata dia.
Sumber: harianterbit