INDONESIAKININEWS.COM - Presiden Amerika Donald Trump menunjuk seorang ilmuwan muslim sebagai kepala program vaksin corona. Dia adala...
INDONESIAKININEWS.COM - Presiden Amerika Donald Trump menunjuk seorang ilmuwan muslim sebagai kepala program vaksin corona.
Dia adalah Moncef Mohamed Slaoui, seorang ahli imunologi yang lahir dan besar di Maroko.
"Kepala peneliti Operation Warp Speed adalah Dr Moncef Slaoui, seorang ahli imunologi yang diakui dunia dan telah membantu pembuatan 14 vaksin baru. Banyak yang merupakan vaksin kami, selama 10 tahun dia mengabdi di sektor swasta," kata Trump dikutip dari DAWN.
Presiden Trump juga mengatakan Dr Moncef Slaoui adalah salah satu sosok yang sangat dihormati di dunia.
Terutama dalam bidang produksi dan pembuatan atau formulasi vaksin untuk berbagai penyakit.
Operation Warp Speed adalah nama program yang digagas Trump, untuk mempercepat penemuan vaksin corona dan penyebarannya ke seluruh Amerika. Dr Moncef Slaoui nantinya dibantu General Gustave F Perna.
"Saya baru melihat data terbaru dari uji coba klinis vaksin virus corona. Data ini membuat saya yakin kita mampu membuat dan mengirim ratusan juta dosis vaksin pada akhir 2020," kata Dr Moncef Slaoui yang lahir pada 1959 di Agadir, Maroko.
Dikutip dari Morocco News World, Dr Moncef Slaoui sempat menjadi kepala departemen vaksin di GlaxoSmithKline dan berkarir selama 30 tahun di salah satu perusahaan obat besar dunia tersebut.
Dia kehilangan saudara perempuannya akibat pertusis atau batuk 100 hari.
Pertusis saat ini bisa diatasi dengan pemberian vaksin pada usia anak. Rasa kehilangan inilah yang memotivasi Dr Moncef Slaoui belajar dan berkarir dalam vaksin.
Keahliannya dalam bidang biologi molekuler dan imunologi diperoleh dari Harvard Medical School dan Tufts University School of Medicine di Boston, Amerika.
Beberapa vaksin yang dihasilkan Dr Moncef Slaoui adalah Rotarix, Synflorix, dan Cervarix. Rotarix untuk mencegah gangguan pencernaan (gastroentritis) pada bayi, Synflorix untuk penyakit pneumococcal, dan Cervarix untuk mengatasi kanker serviks.
Pada 2015, dia mendapat persetujuan Eropa untuk vaksin malaria pertama di dunia Mosquirix.
Saat mengundurkan diri pada 2017, GlaxoSmithKline sedang mengembangkan vaksin untuk mengatasi penyakit Ebola.
Penyakit ini disebabkan virus yang mengakibatkan demam hingga perdarahan.
Dr Moncef Slaoui mengatakan, perlu beberapa tahun hingga penerapan vaksin terbukti berdampak baik pada pencegahan COVID-19.
Namun saat vaksin mulai digunakan pada awal 2021 risiko terinfeksi COVID-19 langsung banyak berkurang. Dia yakin vaksin COVID-19 bisa tersedia pada akhir 2020, bertentangan dengan pernyataan banyak ahli yang menyatakan vaksin baru tersedia satu hingga beberapa tahun mendatang.
Sumber: detik