INDONESIAKININEWS.COM - Beredar, Surat Rencana Kegiatan Ritual Rabu Abu dari Paroki Kristus Raja Serang Stasi Santo Mikael Cilegon yang...
INDONESIAKININEWS.COM - Beredar, Surat Rencana Kegiatan Ritual Rabu Abu dari Paroki Kristus Raja Serang Stasi Santo Mikael Cilegon yang akan dilaksanakan Rabu (26/2/2020) hari ini.
Rencana kegiatan ibadah agama nasrani di Kota Cilegon yang beredar beberapa hari terakhir di Medsos Whatsapp Grup (WAG) ini, ternyata tengah menjadi pembahasan dan bahkan ada penolakan dari kalangan masyarakat.
Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Forum Masyarakat Peduli Umat (FMPU) Kota Cilegon, Muhammad Rifqi, yang mengatakan pihaknya sudah mengadakan rapat di MTs Al-Jauharotunnaqiyyah, Palas, pada tanggal 12 Februari 2020 lalu, yang menghasilkan penolakan adanya kegiatan keagamaan selain agama Islam di wilayah Kota Cilegon.
“Sejak dulu masyarakat Cilegon hidup rukun damai tenteram. Dengan adanya Geger Cilegon pada 1888 menandakan terjadinya perlawanan kyai dan santri terhadap bentuk penjajahan. Hingga adanya pembangunan Trikora dan PT Krakatau Steel 1969 terjadi nota kesepahaman yang ditandatangani dalam SK Bupati Serang, dimana saat itu Cilegon merupakan bagian dari Kabupaten Serang. Isi poin pentingnya adalah; dibangunnya PT KS itu dibolehkan asal tidak ada segala bentuk peribadatan keagamaan non muslim di Cilegon,” ujar Rifqi kepada wartawan, sambil menunjukkan salinan SK yang ditandatangani Bupati Serang saat itu, Ronggo Waluyo.
Dia menegaskan bahwa SK Bupati Serang dan kesepakatan masyarakat Kota Cilegon masih sama dan tetap berlaku hingga saat ini.
“SK ini hingga sekarang belum ada revisi dan pencabutan, jadi masih berlaku,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Rifqi menjelaskan, para tokoh agama di Cilegon saat itu menolak keras adanya segala bentuk kegiatan agama non muslim sebagai perwujudan nota kesepahaman berdirinya PT Krakatau Steel.
“Oleh karena itu, kami sebagai warga Kota Cilegon menyampaikan bahwa sampai bumi dan langit ini digulung oleh Allah SWT, kami menolak keras segala bentuk kegiatan keagamaan non muslim di Kota Cilegon sebagai upaya menjaga marwah Kota Cilegon sebagai kota seribu pondok pesantren guna terjaganya keyakinan keimanan kami sebagai ummat Islam di Kota Cilegon sampai ke generasi selanjutnya,” tegasnya.
Selain itu, Rifqi juga menunjukan pernyataan penolakan yang ditandatangani oleh masyarakat Cilegon, bahkan tandatangan dari warga yang tinggal tidak jauh dengan gedung Serbaguna Stasi St Mikael atau eks Mardiyuana, tempat yang rencananya akan digunakan untuk Rabu Abu yang akan diikuti oleh 2500 umat Katolik tersebut, pada Rabu (26/2/2020), pukul 18.30 WIB hari ini.
“Mengajak kepada seluruh komponen dan elemen masyarakat Kota Cilegon untuk merapatkan barisan guna mendukung penolakan keras terhadap segala kegiatan keagamaan non muslim di Kota Cilegon. Ini hasil notulensi FMPU, dan ini tandatangan masyarakat sekitar eks Mardiyuana juga kita punya,” tandasnya.
Tetap Menolak, Massa Umat Islam Cilegon Sempat Datangi Kegiatan Ibadah Di Eks Mardiyuana
Belasan massa dari Forum Masyarakat Peduli Umat (FMPU) Kota Cilegon bersama dengan tokoh masyarakat di lingkungan sekitar mendatangi Gedung eks Mardiyuana, saat berlangsungnya Ritual Rabu Abu umat Katolik, pada Rabu (26/2/2020) malam.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Umat (FMPU) Kota Cilegon, Muhammad Rifqi mengatakan, maksud kedatangan pihaknya untuk melakukan pemantauan dan memastikan kegiatan tersebut dilaksanakan atau tidak.
“Hanya monitoring kegiatan nasrani biar tahu situasinya. Kalau sebelumnya penolakan kita diabaikan mana peran FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) Cilegon?” ujar Rifqi saat ditemui awak media di lokasi atau depan Kantor PLN Cilegon.
Dengan berkaca atas kejadian tersebut, FMPU akan segera mengambil sikap dengan menyurati dan menemui Walikota dan unsur Forkopimda Cilegon, untuk mengingatkan agar pemerintah lebih serius dan bisa menjalankan aturan yang tertuang pada SK Bupati Serang Tahun 1969 yang masih berlaku.
“Kita ini menjalankan amanah leluhur kita, SK Bupati Serang itu masih berlaku, dulu kalau para ulama Cilegon tidak mengizinkan PT Krakatau Steel itu tidak ada. Karena leluhur kita mengizinkan dengan syarat permintaaannya cuma jangan sampai ada tempat peribadatan non muslim di Cilegon, bukan cuma nasrani Khatolik. Kita berharap agar kedepan segala hal yang berbentuk kegiatan keagamaan non muslim di Cilegon semuanya ke Serang aja,” jelasnya.
Rifqi juga menilai bahwa Pemerintah tidak tegas terhadap penyalahgunaan fungsi bangunan eks Mardiyuana tersebut.
“Harapan kita Pemkot Cilegon mendengar aspirasi masyarakat dan kearifan lokal ini. Apalagi kabarnya eks Mardiyuana itu secara perizinan yang tertuang hanya untuk sarana serbaguna dan olahraga bukan untuk peribadatan,” imbuhnya, tegas.
Hal senada juga dibenarkan oleh salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Jombang, Aan Abdurahman, yang juga ikut hadir memantau karena secara tegas pihaknya menyatakan penolakan. Selain tidak memiliki izin dari warga di lingkungan setempat, gedung Mardiyuana yang dulu bekas sarana pendidikan atau sekolah, menurutnya telah disalahgunakan untuk ibadah.
“Kami mewakili masyarakat Jombang jelas menolak, kegiatan inikan gak ada izin lingkungannya. Ini kan dulu izinnya dari Lurah Sukmajaya Pak Marfu dan Camat Jombang Agus untuk pendidikan sekolah serbaguna, kenapa sekarang buat ibadah?” ucapnya.
Kerumunan massa yang menolak adanya peribadatan di Gedung eks Mardiyuana ini akhirnya membubarkan diri setelah ditemui Kapolsek Cilegon, dan sekitar pukul 21.00 WIB para jemaat umat Khatolik sudah selesai mengadakan ritual Rabu Abu dan membubarkan diri.
Saat coba dikonfirmasi, beberapa panitia yang masih berada di lokasi enggan memberikan komentar kepada awak media, dengan alasan Ketua Panitia Rabu Abu sudah pulang.
S: faktabanten