Tamu baru ILC Sherly Annavita INDONESIAKININEWS.COM - Pokoknya saya sudah tidak mau nonton acara ILC di TVOne. Itu tekad saya sesud...
Tamu baru ILC Sherly Annavita |
INDONESIAKININEWS.COM - Pokoknya saya sudah tidak mau nonton acara ILC di TVOne.
Itu tekad saya sesudah nonton acara ILC episode "Anies Baswedan dalam Pusaran Bully". Jadi, saya cuma mau baca beritanya saja.
Masalahnya, justru dari acara ILC itu bisa melahirkan "bintang-bintang baru" yang cuma tahu ngomong doang, cuma tahu ngoceh seenak perutnya, cuma tahu ngomong kasar, menghina, memfitnah, dsb. Apalagi saat masa kampanye pemilu serentak yang baru lewat.
Pokoknya hati dibikin panas deh abis nonton acara ILC itu. Seusai acara itu, rasa-rasanya tidak ada hal bermanfaat yang dapat ditarik sebagai pelajaran, paling-paling cuma kata-kata kasar, fitnahan, hinaan, dan kata-kata seenak perut si pembicara saja yang teringat.
Sekarang, pemilu serentak sudah usai. Tidak ada lagi panggung buat menyerang.
Misalnya, boleh ngomong seenak perut saat jadi pembicara atau memberi sambutan. Karena masa kampanye sudah tidak ada.
Kalau masih dalam masa kampanye, ada tokoh yang lagi pidato, banyak wartawan yang mengikuti dan mempublikasikannya atau stasiun televisi menyiarkannya secara langsung. Di situ, ngomongnya lebih gila lagi.
Mengapa? Karena saat ada kata-kata hinaan, pelecehan, dsb, massa pendukung yang mendengarnya akan menyambutnya dengan gembira, dengan berteriak-teriak, dengan bertepuk tangan.
Pokoknya disambut dengan gegap gempita. Makin bersemangatlah sang pembicara.
Dan kadang kala karena begitu semangatnya, kata-katanya bisa tidak terkontrol, apalagi kalau berpidato tanpa teks.
Makin senanglah sang pembicara karena pidatonya disambut dengan meriah.
Kalau ada tokoh terkenal dan berbicara dalam sebuah seminar, pemberitaannya tidak sehebat saat masa kampanye pemilu berlangsung.
Jadi, tidak heran, bila masyarakat kita saat pemilu serentak sejak masa kampanye sampai hari H pemilu dan usai hari H menunggu penetapan oleh KPU, "ramainya" minta ampun.
Karena pemilu telah usai, yang menjadi panggung sekarang ini adalah acara ILC itu. Nah di situ, yang ngomong banyak. Boleh ngomong sesuka hati.
Kalau di acara ILC itu ingin jadi top, terkenal, tenar dan sejenisnya, ngomonglah yang aneh-aneh. Jangan ngomong yang standar, yang biasa-biasa, nggak bakalan diinget ente.
Lihat tuh si Fadli Zon, si Fahri Hamzah, si professor dungu Rocky Gerung. Si Ridwan saidi juga sudah mulai ikut-ikutan.
Mereka jadi terkenal gegara ngomong ngaco. Kalau orang lain yang "dihantam", tidak enak, tidak menarik perhatian.
Makanya, si Karni Ilyas selalu cari topik untuk menghantam orang nomor 1 di republik ini.
Nggak rame kalo nggak hajar orang terpenting di negeri tercinta ini.
Dalam acara ILC yang lalu ada pendatang baru si Sherly Annavita.
Dia pasti akan dipelihara oleh ILC. Dia akan muncul-muncul lagi. Dia akan menghantam lagi.
Siapa lagi kalau bukan Presiden Jokowi. Apalagi sekarang ini beliau sedang giat-giatnya mempublikasikan rencananya untuk memindahkan ibukota.
Rencana baiknya untuk meratakan pembangunan dan ekonomi dihantam sesukanya.
Kalau kritik membangun atau kritik paling keras sekalipun tidak masalah.
Namun, bukan lebih dari itu malah ingin membuat agar rencana Presiden Jokowi itu dibatalkan.
Benar-benar aneh. Presiden Jokowi dengan rencananya memindahkan ibukota ke Kalimantan mengajukan anggaran sebesar 466 T dibantai tiada ampun.
Namun, si Anies Baswedan mengajukan anggaran untuk mempercantik Jakarta sebesar 500 T (menurut CNN Indonesia 571 T), mengapa tidak dijadikan topik bahasan?
Seharusnya kan ILC bisa menghajar rencana si Anies itu. Namun, sudahlah.
Jangan berharap terlalu jauh. Presiden Jokowi yang senantiasa dihina, difitnah, dicaci-maki, eh oleh ILC malah si Anies dijadikan bahasan dalam episodenya "Anies Baswedan dalam Pusaran Bully".
ILC TV One memang benar-benar membenci Jokowi. Namun, menyayangi Anies Baswedan, bahkan gelagatnya mau menjagokannya untuk pilpres 2024.
Dengan perilaku ILC TV One ini, saya justru semakin enggan menonton acara itu. Kalau yang lain masih menontonnya, tidak apa-apa sih.
Saya cuma mau membaca ulasannya saja supaya tidak buang-buang waktu karena tidak memberi manfaat.
Oleh Richard Tuwoliu Mangangue /kompasiana