Masjid nabawi Foto: Darmawan/MCH INDONESIAKININEWS.COM - Nabi Muhammad ternyata pernah mengizinkan para penganut Kristen untuk melakuk...
Masjid nabawi Foto: Darmawan/MCH |
INDONESIAKININEWS.COM - Nabi Muhammad ternyata pernah mengizinkan para penganut Kristen untuk melakukan kebaktian di Masjid Nabawi.
Peristiwa tersebut tercatat dalam kitab-kitab sejarah masa silam dan terawat kisahnya hingga kini.
Dikutip dari NU.or.id, Abdul Aziz, Alumni Darus-Sunnah, Peneliti di el-Bukhari Institute mengungkapkan, dalam kitab at-Tabaqât karya Ibnu Sa’d dikisahkan bahwa ketika datang utusan Kristen dari Najran berjumlah enam puluh orang ke Madinah untuk menemui Nabi, Nabi menyambut mereka di Masjid Nabawi.
Menariknya, ketika waktu kebaktian tiba, mereka melakukan kebaktian di masjid.
Sementara itu, para sahabat berusaha untuk melarang mereka.
Namun Nabi memerintahkan: da’ûhum ‘biarkanlah mereka’.
Pernyataan Nabi ini membuat sahabat kaget.
Mereka tidak membayangkan mengapa Nabi berkata seperti itu.
Tapi apa daya, mereka tidak bisa membantah karena sabda itu keluar dari mulut Sang Nabi.
Andaikan bukan Nabi, mungkin sahabat sudah marah-marah.
Kisah ini menunjukan betapa halus dan tolerannya Nabi Muhammad. Beliau tidak membeda-bedakan antara muslim dengan non-muslim.
Melalui perintah ini, sahabat memahami bahwa Nabi mempersilahkan mereka untuk menggunakan Masjid Nabawi sebagai tempat kebaktian sementara.
Mereka melakukan kebaktian dengan menghadap ke timur sebagai arah kiblat mereka.
Peristiwa bersejarah yang menunjukkan sikap toleransi nabi ini terjadi di hari minggu setelah Asar tahun 10 H.
Peristiwa ini juga terekam dengan sangat baik dalam beberapa babon kitab sejarah seperti Târîkh al-Umam wa al-Muluk, Sîrah Ibn Hisyam, Sîrah Ibn Ishaq dan lain-lain.
Sebagian ahli tafsir modern mengaitkan hadis ini dengan Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 114 yang bunyi terjemahannya kira-kira demikian:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Lalu, siapakah yang tepat dianggap lebih zalim daripada orang-orang yang berusaha melarang dan menghalang-halangi disebutnya nama Tuhan di tempat-tempat peribadatan serta berusaha menghancurkan tempat-tempat tersebut. Padahal mereka tidak berhak memasukinya kecuali dalam keadaan takut kepada Tuhan. Kelak mereka (yang menghancurkan tempat-tempat peribadatan) akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan siksaan yang berat di akhirat”.
Muhammad Asad, misalnya, dalam The Message of The Quran menerjemahkan kata masâjid pada ayat di atas sebagai houses of worship ‘tempat-tempat peribadatan’.
Hal senada juga dikemukakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Mannar yang menerjemahkan masâjid pada ayat di atas sebagai ma’abid ‘tempat-tempat peribadatan’, bukan sekedar peribadatan umat Islam.
Sumber: tribunnews.com / islami.co