YouTube/Najwa Shihab INDONESIAKININEWS.COM - Program Talkshow Mata Najwa di Trans 7 tadi malam berlangsung seru. Host Mata Najwa, N...
YouTube/Najwa Shihab |
INDONESIAKININEWS.COM - Program Talkshow Mata Najwa di Trans 7 tadi malam berlangsung seru.
Host Mata Najwa, Najwa Shihab mengangkat tema yang sedang booming, Papua.
Aktivis Papua, Filep Karma mengatakan perlakuan rasis terhadap orang Papua yang masuk dalam ras melanesia dilakukan secara merata oleh orang melayu.
“Saya kira hanya Alm. Gus Dur, orang yang bisa mengerti apa yang bangsa Papua inginkan. Beliau yang mengembalikan identitas kami sebagai bangsa Papua. Memberikan dialog. Dulu LIPI sudah bikin peta jalan, tapi tidak direspon oleh pemerintah dulu.
Dialog yang dirumuskan LIPI ditakuti oleh pemerintah pusat,” kata Filep.
Lenis Kogoya, Stafsus Presiden Kelompok Kerja Papua mengatakan Jokowi sudah mencoba memberikan yang terbaik kepada Papua, salah satunya melalui pembangunan.
Soal pembangunan ini, Sekjen Federasi Kontras Andy Junaedi mengatakan orang Papua tidak butuh pembangunan infrastruktur.
“Pelanggaran HAM berat seringkali terjadi di Papua yang tidak pernah terselesaikan. Orang Papua butuh ilmu, bukan senjata,” kata Andy.
Hal senada juga dikatakan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe.
“Orang Papua bukan butuh pembangunan, tapi butuh kehidupan,” ujarnya.
Pandangan itu dibenarkan oleh akademisi dari Universitas Papua, Yusuf Sawaki yang mengatakan pendekatan lain harus dilakukan terhadap Papua, bukan hanya soal kesejahteraan atau ekonomi.
“Lihat juga soal hak-hak kemanusiaannya, hak politiknya, sejarahnya. Banyak kasus HAM di Papua yang tidak diselesaikan,” kata Yusuf.
Selain Pembangunan Juga Butuh Kehidupan
Kericuhan pecah di sejumlah daerah di Bumi Papua. Kericuhan ini imbas dari bentrokan dan intimidasi yang dilakukan sejumlah oknum ormas dan polisi kepada mahasiswa Papua yang berada di Malang dan Surabaya.
Eskalasi ricuh semakin membesar tatkala intimidasi kepada mahasiswa Papua itu disertai dengan makian rasis oleh oknum penyerang, yakni orang Papua monyet.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan pelecehan terhadap harga diri dan martabat masyarakat Papua bukan hanya kali ini terjadi, tapi sudah berkali-kali.
“Itu bukan anak-anak saya (mahasiswa Papua) yang menurunkan bendera. Itu juga yang mengancam dan memaki anak saya itu tentara,” kata Lukas.
Menurut Lukas, persoalan Papua jangan pernah disepelekan.
Sekjen Federasi Kontras, Andy Junaedi membenarkan kalau perlakuan rasis kepada mahasiswa Papua yang belajar di Jawa sudah sering terjadi.
“Hinaan itu menjadi memori kolektif yang membekas pada mereka. Polisi justru membiarkan ormas mengintimidasi kawan-kawan. Selain itu, penangkapan, penembakan oleh polisi dengan perlengkapan berat itu melanggar protap. Tidak ada suratnya,” kata Andy yang juga memberikan pendampingan hukum kepada kawan-kawan mahasiswa Papua di Surabaya.
Papua Belum Diindonesiakan Layak
Lenis Kogoya, Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua menjelaskan, selama dirinya berada di Pulau Jawa sangat jarang sekali mengalami atau mendengar makian rasis terhadap dirinya maupun masyarakat Papua secara umum.
“Ini kami juga sama-sama anak bangsa, yang membedakan hanya warna kulit saja. Kita ini negara hukum, siapa pun yang bersalah ya harus proses. Tapi ya sudah, saya mengikuti presiden, kita saling memaafkan saja. Kepala daerah di Jatim juga sudah minta maaf dan Presiden Jokowi akan ke Papua,” kata Lenis.
Yusuf Sawaki, akademisi dari Universitas Papua mengatakan keinginan berdamai tentu diinginkan oleh semua pihak.
Namun, kata Yusuf, pemaafan dengan jalannya proses hukum merupakan sikap yang berbeda.
“Kami berkali-kali mendapat pernyataan rasis. Saya pikir, semua bisa saling memaafkan.
Tapi hukum tetap harus berjalan bagi orang-orang rasis. Ini sebagai bukti negara hadir dan memberikan keamanan bagi seluruh warga negaranya,” jelas Yusuf.
Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan dirinya sangat kecewa dengan sikap masyarakat di luar Papua.
Pasalnya, selama 74 tahun Indonesia merdeka, sikap rasis terhadap orang Papua belum juga berubah.
“Ini sama seperti era kolonial. Apa bedanya? Ini sama saja kolonialisme. 74 tahun merdeka, orang Papua masih juga belum di-Indonesiakan secara baik. Bagaimana bisa hadir rasa ke-Indonesiaan di hati orang Papua. Makanya saya sempat bilang, saya lepas tangan kalau masyarakat Papua menuntut merdeka,” tegas Enembe
sumber: makassar.tribunnews.com