(Ulil/Serat.id) INDONESIAKININEWS.COM - Rencana pendirian Gereja Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari di Jalan Malangsari Raya Nomor 83, ...
(Ulil/Serat.id) |
INDONESIAKININEWS.COM - Rencana pendirian Gereja Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari di Jalan Malangsari Raya Nomor 83, Rt 6 RW VII, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Semarang Timur, ditolak oleh 25 orang, Kamis, 1 Agustus 2019 pada pukul 07.45 WIB. Penolakan tersebut diantaranya diikuti oleh Ketua RT 06, Ketua RT 3, Ketua RT 8, Ketua RT 10, Ketua RW 7 dan sempat dimediasi oleh Eko Yuniarto, Lurah Tlogosari Kulon.
“(Saat kejadian penolakan tersebut) MMT pemberitahuan pendirian gereja dicopot dan dispenser di lempar ke bawah (tanah). Saat ini gerbang dikunci gembok sama mereka ,” ujar Pendeta GBI Tlogosari, Wahyudi (35) ketika ditemui Serat.id di kediaman, Kamis, 1 Agustus 2019.
Menurut Pdt. Wahyudi, semalam jelang kejadian ia sudah menduga akan terjadi penolakan tersebut, karena gerbang gereja sempat digembok oleh massa penolak gereja. Padahal, menurut Wahyudi, masih terdapat empat pekerja yang tertidur di dalam gedung.
“Demo penolakan ini sudah berlangsung lama sejak 8 Juni 1998, (mereka) tidak setuju terhadap pendirian (gereja),” tuturnya.
Usai diprotes pada tahun 1998, kata Pdt. Wahyudi, kala itu dimediasi oleh Lurah Kelurahan Tlogosari, pihak gereja untuk sementara mengalah dan menghentikan aktivitas pembangunan gereja. Selang empat tahun kemudian, kata Pdt. Wahyudi, pada tahun 2002, pihak gereja berkeinginan melanjutkan pembangunannya akan tetapi kembali mendapat penolakan untuk kedua kalinya.
“Karena berselang lama dari 2002, kita mulai bangun lagi baru 6 Juli 2019 (kemudian pada 1 Agustus 2019 di protes kembali untuk ketiga kalinya). Sebenarnya itu masih belum bentuk gereja karena bangunan tersebut habis dikontrakkan,” ujarnya.
Pdt. Wahyudi berharap pendirian gereja dapat tetap berlangsung karena sejak 1990 jemaahnya berkeinginan untuk memindahkan gereja yang masih berbentuk rumah di Jalan Kembang Jeruk XI No.11 Rt 6 RW 8, Kelurahan Tlogosari.
Ia menjelaskan keinginan pengurus gereja tersebut mulai diwujudkan dengan jemaah gereja membeli tanah sejak 1991 dan sejak tahun 1995 mulai mengurus proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang akhirnya izin tersebut keluar pada tahun 1998.
“Karena itu untuk kebaikan orang dan membangun mental spiritual tetap akan kita lanjutkan (pendirian gereja), agar orang besok (diakhirat) dapat masuk surga, karena surga itu kan tempatnya besar, “ tuturnya.
Alasan Menolak Gereja
Seorang warga setempat Nur Aziz, yang turut melakukan protes, menjelaskan alasan protes warga tersebut disebabkan adanya penipuan terhadap warga sekitar ketika prosedur pendirian IMB pada tahun 1998.
Kala itu tujuh warga dimintai tanda tangan di kertas kosong oleh Sungkono – yang mereka anggap sebagai orang yang mengurus prosedur IMB Gereja-, awalnya sebagai bukti untuk menitipkan doa kepada isteri Sungkono yang kala itu sedang pergi haji.
“ Waktu itu warga kami tidak tahu, tahu ketika muncul IMB pendirian pembangunan gereja, maka ketika itu kami protes,” ujarnya.
Usai protes tersebut pada tahun 1998, Aziz mengaku, kedua belah pihak sempat dimediasi oleh Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Semarang Timur, dan Pemerintah Kota Semarang. Hasilnya, menurut Aziz, saat itu Lurah meminta pihak gereja untuk mengajukan kembali IMB Gereja. “Saat itu pada tahun 1998 warga (pengurus jemaat gereja kristen) mencoba mediasi membuat proses IMB yang baru tapi gagal,” tuturnya.
Aziz menganggap IMB milik Gereja sudah kedaluwarsa karena tidak adanya aktivitas pembangunan sejak enam bulan setelah dikeluarkannya IMB . Dalam proses penolakan tersebut, Aziz membantah telah merusak barang milik gereja. “Bukan kami anti terhadap toleransi, tapi mereka telah menipu kami,” ujarnya.
Aziz meminta apabila pihak gereja untuk membangun gereja ia harus mengajukan prosedur IMB kembali, ” Kalau mau prosedural, (mengurus) prosedural yang benar, jangan tipu-tipu lagi,” ujarnya.
Penolakan Disayangkan
Sementara itu, Koordinator Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) Semarang, Setyawan Budi menyayangkan tindakan pelarangan pendirian gereja oleh sebagian masyarakat. Menurut Setyawan, apabila warga merasa bermasalah terhadap prosedur IMB, dapat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Semarang (PTUN) Kota Semarang.
“IMB itu kan produk hukum, kalau mau menolak lewat jalur resmi,” ujarnya ketika dihubungi serat.id, Kamis 1 Agustus 2019.
Menurut Setyawan, setiap warga mempunyai hak untuk dapat beribadah sesuai dengan landasan sila pertama pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. “Saya harap Pemerintah Kota Semarang untuk turun melakukan mediasi,” ujarnya.
Tindakan penolakan terhadap pendirian gereja menurut Setyawan menambah daftar kejadian intoleransi di Kota Semarang yang tercatat oleh Pelita sejak tahun 2016-2019. Adapun pada tahun 2016 kegiatan intoleransi tersebut diantaranya terdapat penolakan buka bersama di Gereja Yakobus Zebedeus, Pudak Payung yang turut mengundang Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dan penolakan Hari Raya Asyura, Syiah.
Sedangkan pada tahun 2017 penolakan acara Pork Festival di Sri Ratu, penolakan terhadap perayaan Cap Go Meh di Halaman Masjid Agung Semarang, penolakan Hari Raya Asyura Syiah, penolakan bantuan sembako yang dibagikan oleh pihak gereja kepada warga ke sekitar.
Sementara pada tahun 2018, penolakan Hari raya Asyura, Syiah meskipun tidak semasif tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 penolakan pendirian gereja oleh sebagian masyarakat di Jalan Malangsari Raya Nomor 83, Rt 6 RW VII, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Semarang Timur
Berdasarkan pantauan serat.id di lapangan, tidak ada lagi aktivitas pembangunan gereja. Gerbang terkunci dengan gembok serta papan IMB dicoret dengan tanda silang.
sumber: serat.id