Jaksa Agung HM Prasetyo Foto: Yudha Krastawan INDONESIAKININEWS.COM - Jaksa Agung HM Prasetyo, menegaskan Gubernur DKI Jakarta Bas...
Jaksa Agung HM Prasetyo Foto: Yudha Krastawan |
INDONESIAKININEWS.COM - Jaksa Agung HM Prasetyo, menegaskan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak terbukti melakukan penistaan agama.
Menurutnya, Ahok hanya dikenakan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tuntutan satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
"Itu bukan penistaan agama, yang terbukti bukan penistaan agama," ujar Jaksa Prasetyo di Jakarta, Jumat (21/4/17), seperti dilansir Antara.
Pasal 156 A KUHP mengatur kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dengan pidana penjara maksimal lima tahun.
Sedangkan Pasal 156 KUHP menyebutkan, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dalam kasus ini, Jaksa Prasetyo menegaskan Ahok hanya dikenakan Pasal 156 KUHP.
"Saya katakan sekali lagi sudut pandangnya tetap objektif. Hitam ya hitam, putih ya putih tidak boleh dibolak-balik," ujarnya.
Sebelumnya, tim penuntut umum meyakini Ahok telah melakukan tindak pidana atas ucapannya yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September lalu.
Pada tuntutannya, penuntut umum menilai Ahok memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan alternatif kedua, yakni pasal 156 KUHP.
"Tidak ada keraguan. Bahwa dakwaan alternatif itu pilihan tindak pidana atau tindak pidana. Tetapi dua-duanya tindak pidana, tapi lebih tepat yang mana. Teorinya begitu," ujar Ali usai persidangan di Auditorium Kementrian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/17).
Jaksa Ali menepis keyakinan penuntut umum dalam menjatuhkan tuntutan karena didasari oleh kekalahan Ahok dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Ali, penjatuhan tuntutan itu berdasarkan pertimbangan dari fakta-fakta yang didapat selama proses persidangan.
"Tidak ada hubungannya dengan kekalahan Ahok," kata Ali.
Jaksa Ali menyebut Ahok sudah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 156 yang merupakan dakwaan alternatif kedua.
Salah satu pertimbangannya adalah buku yang berjudul "Merubah Indonesia" yang ditulis oleh Ahok. Dalam buku itu, jaksa Ali meyakini Ahok telah menghina ulama dengan konsekuensi hukum.
"Pertimbangannya, buku yang dibuat bersangkutan (Ahok) diterima sebagai fakta hukum. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa yang dimaksud itu adalah pengguna Al-Maidah. Si elit politik istilah beliau, bukan Al-Maidah. Kalau demikian, ini dalam kategori golongan umat islam. Pengguna Al-Maidah itu siapa? Ya golongan umat Islam. Maka tuntutan jaksa membuktikan di alternatif kedua. Itu pertimbangannya tadi," ujar Ali.
sumber: kumparan.com