Tempo/Tony Hartawan INDONESIAKININEWS.COM - Dalam penegakan aturan lalu lintas, tak ada yang jenderal atau apapun. Ungkapan ini coco...
Tempo/Tony Hartawan |
INDONESIAKININEWS.COM - Dalam penegakan aturan lalu lintas, tak ada yang jenderal atau apapun.
Ungkapan ini cocok untuk menggambarkan sikap tiga orang jenderal besar di TNI saat ditilang.
Para jenderal itu, meski mereka memegang jabatan penting di TNI, mereka tetap rendah hati.
Di Indonesia, ada beberapa kisah soal TNI dan Polri yang sering bersinggungan di lapangan ketika menjalankan tugasnya.
Polri menilang anggota TNI di jalanan atau sebaliknya anggota TNI bermasalah dengan anggota Polri.
Kali ini ada kisah positif antara 2 aparat Indonesia tersebut, ketika jenderal TNI kena tilang polisi.
Mereka adalah Mayor Jenderal Bambang Sugeng dan Mayor Jenderal Poniman yang sempat kena tilang polisi.
1. Mayor Jenderal Poniman
Kisah jenderal TNI ditilang polisi pertama dialami oleh Mayor Jenderal Poniman, saat itu dirinya menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya.
Dilansir buku Biografi Kapolri Jenderal Widodo Budidarmo yang diterbitkan Mabes Polri, kisah ini terjadi pada tahun 1970an.
Ceritanya saat hari libur, Poniman jalan-jalan menyetir mobil sendiri.
Namun kemudian diberhentikan oleh seorang polantas.
Poniman yang waktu itu tidak membawa surat kendaraan lengkap menerima saja saat ditilang.
Sang Polantas yang tak mengetahui siapa pria yang disetopnya tersebut lalu menilang Poniman.
Sang jenderal juga enggan memperkenalkan siapa dirinya dan legowo saja saat si Polantas menilangnya.
Namun beberapa hari kemudian Kapolda Metro Jaya meneleponnya.
Dia menanyakan kepada Poniman kebenaran telah ditilang oleh anak buahnya.
Kapolda waktu itu Mayjen Widodo sampai meminta maaf karena anak buahnya tak mengenalinya.
Widodo juga memerintahkan anak buahnya untuk mengembalikan uang tilang kepada Mayjen Poniman.
Poniman yang menganggap masalah tersebut telah selesai mengatakan dirinya juga bersalah waktu kena tilang karena tidak membawa surat-surat lengkap.
Widodo yang tetap tidak enak memerintahkan Kepala Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya datang ke Kodam Jaya untuk mengembalikan uang tilang.
Tak bisa bertemu dengan Mayjen Poniman, uang tersebut akhirnya ditipkan kepada ajudannya.
Di saat menjabat Poniman dan Widodo memang terkenal sebagai sosok yang sangat dekat.
Poniman lahir di Surakarta, 18 Juli 1926 dan meninggal di Jakarta, 30 April 2010.
Sementara itu Widodo Budidarmo lahir di Surabaya, Jawa Timur, 1 September 1927 meninggal di Jakarta, 5 Mei 2017.
Widodo Budidarmo juga merupakan mantan Kapolri periode 1974 - 1978.
2. Mayor Jenderal Bambang Sugeng
Kisah jenderal TNI ditilang polisi selanjutnya dialami Mayor Jenderal Bambang Sugeng, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD).
Bambang Sugeng yang waktu itu berpangkat Mayor Jenderal menurut saja saat diberhentikan seorang anggota polisi.
Dilansir dari buku 'Panglima Bambang Sugeng, Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu Kota Djogja Kembali 1949' karya Edi Hartoto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2012.
Berawal dari Bambang Sugeng yang berkendara sepeda motor di jalanan Yogyakarta pada tahun 1952.
Saat itu Bambang yang getol naik sepeda motor sedang berkunjung ke Yogyakarta, Ia pun meminjam sepeda motor milik Haryadi seorang pelukis di Jogja.
Tanpa menggunakan seragam dan hanya berpakaian sipil Bambang lalu jalan-jalan melaju menggunakan sepeda motor pinjaman tersebut.
Sampai di Perempatan Tugu, di sekitaran Jalan Malioboro Bambang tak sengaja melanggar lampu lalu lintas.
Waktu itu lampu lalu lintas menyala kuning, disangkanya sehabis kuning lampu hijau yang akan menyala.
Bambang pun melajukan kendaraannya, namun bukannya lampu hijau yang menyala ternyata malah lampu merah.
Takayal seorang petugas kepolisian yang bertugas di lokasi tersebut langsung menyetop Bambang.
Meski seorang Jenderal dan orang nomor satu di TNI AD namun Bambang menyadari kesalahannya menurut saja saat polisi tersebut menasehatinya.
Seusai panjang lebar menasehati Bambang Soegeng, polisi itu lalu meminta Bambang Sugeng menunjukkan SIM miliknya.
Saat ditunjukkan betapa terkejutnya polisi tersebut mengetahui identitas pria yang disetopnya tersebut merupakan Jenderal TNI AD.
"Siaap Pak!" si polisi spontan langsung berdiri tegak memberi hormat.
Entah apa yang berkecamuk dalam pikirannya ketika dirinya mengetahui yang diberhentikan dan diceramahinya seorang Kepala Staf TNI AD.
Namun bukannya marah, Bambang Soegeng malah mengaku salah di hadapan anggota polisi tersebut.
Bambang Sugeng juga tak lalu menggunakan kekuasaannya supaya lolos dari hukuman karena melanggar aturan lalu lintas.
"Memang saya yang salah. Saya menerima pelajaran dari Pak Polisi," kata Bambang Sugeng.
Bahkan, kabar tentang Bambang Soegeng yang ditilang polisi tersebut keesokan harinya masuk berita di sebuah koran di Yogyakarta.
Bambang Sugeng merupakan sosok perwira TNI yang memberikan teladan untuk selalu taat aturan dan tidak mentang-mentang berkuasa.
Endang Ruganika, putri sulung Bambang Soegeng mengisahkan hal lain soal kepatuhan ayahnya berlalu lintas.
Saat itu Bambang Soegeng hendak pergi ke Jawa Tengah.
Namun sampai Cirebon, dia baru sadar SIM ketinggalan.
"Bapak menyuruh pembantu pulang ke Jakarta untuk mengambil SIM," tulis Endang dalam buku tersebut.
Dikutip dari Wikipedia, Bambang Sugeng lahir di Tegalrejo, Magelang, 31 Oktober 1913 dan meninggal di Jakarta, 22 Juni 1977 pada umur 63 tahun.
Selain berkarier di dunia militer, Bambang juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Vatikan, Jepang, dan Brasil.
3. Jenderal TNI Dibentak Bintara Karena Salah Parkir
Identitas merupakan hal utama yang harus dirahasiakan oleh seorang intelijen, meskipun pangkatnya jenderal TNI sekalipun.
Pengalaman menarik pernah dialami mayor jenderal (Mayjen) TNI Benny Moerdani yang kala itu tergabung dalam intelijen TNI.
Moerdani yang saat itu berpangkat mayor jenderal TNI, harus menjaga kerahasiaan identitasnya dari personel TNI lain.
Sebagaimana dilansir dari buku 'Pada buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis' yang ditulis Julius Pour.
Cerita itu bermula ketika Benny Moerdani pergi ke Markas Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
Benny Moerdani mengendarai mobilnya tanpa mengenakan seragam dinas.
Dia berkendara ke kantor yang terletak di kawasan Medan Merdeka Barat.
Setiba di lokasi, ia langsung memarkirkan kendaraannya di lokasi terdekat dari pintu masuk.
Lokasi parkir itu merupakan tempat khusus bagi perwira tinggi militer.
Tanpa pikir panjang, seorang penjaga berpangkat bintara yang berasal dari satuan marinir menghardiknya.
Penjaga itu meminta Benny memindahkan mobilnya ke lokasi parkir lain.
Bagaimana respons Benny Moerdani? Benny Moerdani diam saja. Dia tidak marah dan hanya diam mengikuti perintah marinir tersebut.
sumber: tribunnews.com