Dokumentasi : merdeka.com INDONESIAKININEWS.COM - Satu-satunya hal paling menarik yang membuat masyarakat Indonesia penasaran setelah K...
![]() |
Dokumentasi : merdeka.com |
Artinya terhitung sejak hari penetapan (Minggu, 30/06/2019), Jokowi-Ma'aruf harus lebih fokus lagi menyeleksi ratusan bahkan ribuan nama untuk dikerucutkan menjadi 42 nama.
Ke-42 nama tersebut nantinya akan diposisikan untuk menempati: 4 menteri koordinator, 30 menteri dan 8 pejabat setingkat menteri.
Dan ke-42 nama tersebut sudah harus diumumkan paling lambat 1 hari setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada bulan Oktober nanti.
Artinya sebelum dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi-Ma'aruf sudah harus benar-benar mempersiapkan ke-42 nama tersebut, melalui berbagai macam pertimbangan seperti: kecakapan, keterwakilan gender, partai/profesional, daerah, suku, agama, dsb.
Tentu saja masyarakat Indonesia sangat berharap bahwa ke-42 nama yang terpilih nanti harus dapat memberikan kinerja yang excellent selama 5 tahun masa jabatannya.
Tidak boleh hanya pintar berteori tetapi harus kreatif dan gesit dalam bekerja.
Itulah mengapa memilih dan menetapkan ke-42 nama itu bukan perkara mudah.
Jika tidak ingin melakukan reshuffle berulang-ulang maka Jokowi-Ma'aruf harus benar-benar melalui pertimbangan pemikiran yang sangat matang dan jika perlu menggunakan indera keenam dan menghindari titipan yang terlalu beresiko.
Jika saya boleh memprediki maka beberapa calon kuat yang akan menjabat sebagai menteri pada Kabinet Kerja II adalah sebagai berikut:
Beberapa wajah baru yang kemungkinan besar akan menjabat pada Kabinet Kerja II adalah:
Yusril Ihza Mahendra sebagai Menteri Hukum dan HAM menggantikan Yasona Laoli
Mahfud MD sebagai Menteri Agama menggantikan Lukman Hakim Saefudin
Jimly Asshidiqie sebagai Menteri Pertahanan menggantikan Ryamizard Ryacudu
Rheinald Kasali sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Muhadjir Effendy
Ilham Habibie sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menggantikan Muhammad Nasir
Maruarar Sirait sebagai Menteri Dalam Negeri menggantikan Tjahjo Kumolo.
Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Enggartiasto Lukita
Nadiem Makarim sebagai Menteri Perindustrian menggantikan Airlangga Hartarto
Nama Basuki Tjahaja Purnama yang dijagokan sebagai Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara sebenarnya sangat layak dari segi kemampuan dan kinerjanya yang mengagumkan.
Tetapi saya pikir dengan statusnya sebagai mantan narapidana penista agama, beliau akan mendapat penolakan dari beberapa kelompok yang membuat Jokowi-Ma'aruf berpikir ulang untuk memilihnya.
Demikian juga dengan nama-nama tokoh muda seperti Komandan Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PSI Grace Natalie, Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan politikus PSI Tsamara Amani, Wagub Jawa Timur Emil Dardak, yang digadang-gadang sebagai menteri muda mewakili kaum milenial.
Saya pikir akan sangat beresiko menempatkan mereka untuk mengisi kursi menteri, mengingat dan menimbang mereka masih sangat minim pengalaman. Karena semangat dan euforia saja tidak cukup.
Tetapi mereka harus bisa merencanakan dan mengeksekusi program-program unggulan yang paling pas untuk kemajuan bangsa ini.
Tidak hanya coba-coba atau karena titipan. Tetapi untuk ditempatkan sebagai wakil menteri, saya pikir tidak ada juga salahnya juga untuk "magang".
Nama Tuan Guru Bajang (TGB) mantan Gubernur NTB 2 periode,saya pikir jika mendapat dukungan kuat dari Partai Golkar akan mendapat restu dari Jokowi-Ma'aruf sebagai Menteri Agama.
Tetapi dengan demikian maka peluang Syahrul Yasin Limpo mantan Gubernur Sulawesi Selatan 2 periode yang juga merupakan kader Partai Golkar, untuk duduk di kabinet akan semakin melemah.
Sementara peluang Soekarwo, mantan Gubernur Jawa Timur untuk duduk di kabinet, saya pikir akan sangat-sangat tipis.
Walaupun jauh-jauh hari beliau berani secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Jokowi-Ma'aruf tetapi posisinya sebagai kader Partai Demokrat akan mendapatkan penolakan dari TKN.
Saya pikir politisi dari koalisi partai pendukung Prabowo-Sandi seperti Partai Demokrat dan PAN walaupun mereka sudah menyatakan diri terbuka untuk berkoalisi dengan pemerintah, tetapi untuk mendapatkan posisi di kabinet itu akan sulit dan peluangnya di bawah 1 persen.
Penulis : Kompasianer Rintar Sipahutar
sumber: kompasiana.com