Foto: Tom Power, Australia National University (dok. Pribadi Tom Power, sumber CNBC Indonesia) INDONESIAKININEWS.COM - Pasangan calon p...
Foto: Tom Power, Australia National University (dok. Pribadi Tom Power, sumber CNBC Indonesia) |
Salah satu pendapat ahli yang mereka kutip adalah dari Tom Power, kandidat Doktor dari Australian National University.
Di halaman 76 surat gugatannya, tim Prabowo-Sandi yang diwakili oleh kuasa hukumnya mengutip pendapat Tom terkait politik di Indonesia.
Dalam gugatannya, Prabowo menulis bahwa Tom menyoroti hukum di Indonesia digunakan oleh pemerintahan Joko Widodo untuk menyerang dan melemahkan lawan politik serta munculnya kembali dwi fungsi militer.
"Hal-hal tersebut bagi Tom Power adalah beberapa karakteristik otoritarian orde baru yang diadopsi oleh pemerintahan Joko Widodo," tulis kuasa hukum pasangan 02, yang mengutip pendapat Tom.
Dari riset Tom tersebut, kuasa hukum 02 lalu secara tidak langsung menyimpulkan bahwa karakteristik orde baru tersebut sangat memungkinkan pasangan 01 melakukan kecurangan untuk memenangkan pemilu presiden 2019.
"Menjelaskan bagaimana modus kecurangan pemilu di era otoritarian tersebut juga dilakukan oleh Paslon 01 yang juga presiden petahana Jokowi yaitu pengerahan strategi ABG di era orde baru adalah poros Abri-Birokrasi-Golkar."
Sayangnya, Tom Power berang dengan kutipan tersebut. Ia menjelaskan bahwa artikel yang dikutip oleh tim Prabowo adalah penelitian dan analisisnya yang ditulis dan dipublikasikan di artikel jurnal BIES 2018.
"Tapi mereka menggunakan artikel ini dalam konteks yang tidak lengkap," jelasnya, Rabu (12/6/2019).
Ia memaparkan artikel yang ia tulis saat itu sama sekali tidak menyebut dan menunjukkan indikasi kecurangan pemilu yang berlangsung April lalu, sebab artikel ditulis 6 bulan sebelum pesta demokrasi Indonesia berlangsung.
"Kedua, sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur," tambahnya lagi.
Lalu, penelitiannya memang menunjukkan indikasi bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap anti demokrasi tetapi ia sama sekali tidak menyebut bahwa pemerintahan Jokowi adalah rezim otoriter.
"Ketiga, saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden," pesannya. (gus/wed)
sumber: CNBC Indonesia