(foto: https://image.iyaa.com) INDONESIAKININEWS.COM - Kepala Staf Kantor Kepresidenan Moeldoko angkat suara soal adanya isu tembakan u...
(foto: https://image.iyaa.com) |
Menurut Moeldoko ada kelompok tertentu yang telah menyiapkan massa untuk turun ke jalan pada tanggal di mana Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan pemenang pemilu.
"Ini skenario yang disiapkan oleh kelompok tertentu, saya harus tegas ini dan clear," ujar Moeldoko.
Selain itu, Moeldoko juga menjawab adanya isu tembakan yang akan dikeluarkan dari pihak pemerintahan.
Bahkan ada yang menyebutkan akan ada sniper atau penembak jitu dalam aksi tersebut.
"Yang kedua ada opini yang dibangun seolah-olah ada kelompok sniper ini juga dibangun semuanya ini agar nanti kalau ada tembakan dari siapapun dia bukan dari aparat keamanan, dinyatakan bahwa aparat keamanan menembak, sniper menembak," tutur Moeldoko.
Menurutnya, jika memang benar ada tembakan, bisa saja itu muncul dari perorangan maupun terorisme namun bukan dari sniper.
"Saya ingin tegaskan tidak ada sniper. Bisa perorangan bisa terorisme gitu," tambahnya.
Sebelumnya, isu adanya tembakan tersebut juga pernah dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah memberikan singgungan soal adanya gerakan massa atau people power yang akan terjadi pada 22 Mei 2019.
Fahri mengatakan saat 22 Mei tersebut, ada yang menyebutkan bahwa aparat akan sangat represif.Bahkan ada kemungkinan untuk keluarnya tembakan.
"Ada sinyal aparat akan represif, kemungkinan menembak, itu yang berkembang. Padahal ini soal sederhana," ujar Fahri Hamzah.
Menurutnya aparat terlalu cemas akan adanya pertemuan massa tersebut.Seharusnya aparat sudah bisa belajar dari pengalaman banyaknya pertemuan di depan Istana Negara.
"Apa dasar dari kecemasan orang tentang berkumpulnya manusia? Sederhana kok, manusia sudah berkumpul di depan istana berkali-kali," ujar Fahri Hamzah.
Fahri lalu mengibaratkan akan datang orang sekira 1 juta di hari itu.
"Datanglah orang misalnya 1 juta yang datang, berapa deployment (penyebaran) terhadap aparat? Saya dengar 32 ribu mungkin dibantu sama tentara ya 50 ribu," ujar Fahri Hamzah.
"50 ribu menghadapi 1 juta apa ada gunanya? Enggak ada gunanya."
"Satu saja peluru meletus kena orang ada yang meninggal, selesai Republik ini."
Agar tidak terjadi hal tersebut, Fahri Hamzah berharap agar negara hadir bersama rakyat yang akan turun ke jalan pada 22 Mei 2019 tersebut.
"Maka mau dicarai cara apa coba? Karena harusnya cara damai. Ikhtiar terhadap upaya damai ini kenapa enggak dilakukan? Apa memang ada yang sengaja supaya ini terjadi? Itu pertanyaannya."
"Katakanlah itu orang datang terus menuntut protes tidak setuju. Mana negara yang harus hadir untuk memuaskan dan menjelaskan pada masyarakat? Kan itu pertanyaannya."
"Jangan nanti tiba-tiba skenarionya gini, mereka yang merasa dirinya sudah dimenangkan, maki-maki rakyat."
"Mereka yang harusnya punya otoritas untuk menjelaskan sebagai pihak netral, tidak netral dan ikut memaki-maki rakyat."
"Mereka yang seharusnya menjaga dan netral dan tidak pihak yang bertarung, tidak yang menjadi panitia ikut memaki-maki dan membuat rakyat ini jadi naik darah."
Sementara itu calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno angkat bicara soal isu gerakan massa jelang pengumuman hasil Pilpres oleh KPU pada 22 Mei 2019.
Sandi menilai, gerakan massa pendukung menuju Ibu Kota tak bisa dilarang.Pasalnya, hal tersebut merupakan keputusan relawan di daerah masing-masing untuk menyampaikan aspirasi.
"Soal itu kami tidak bisa mendikte dan lain sebagainya. Kami sampaikan, masyarakat masih menunggu langkah konkret dari penyelenggara pemilu untuk melakukan perbaikan," kata Sandi di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (17/5/2019).
Sandi menambahkan, meskipun para relawan akan melakukan aksi di kantor KPU, dia berharap bisa berlangsung dengan aman dan tertib serta tak melanggar hukum.
"Semua hal harus dalam koridor hukum dan taat konstitusi. Dalam koridor damai dan tenteram. Kita tidak ingin Indonesia itu tidak damai. Kita semua ingin semuanya damai tenteram," ujar mantan Wakil Gubernur DKI tersebut.
Dia menuturkan, sampai saat ini mereka masih tetap berbaik sangka kepada KPU, meskipun sebelumnya Bawaslu menemukan adanya pelanggaran dari penyelenggara, terutama dalam input data di Situng KPU.
Kesalahan input data tersebut, lanjut Sandi, diharapkan dapat segera diperbaiki sesuai hasil temuan Bawaslu.
"Banyak pelanggaran-pelanggaran lainnya yang kami harapkan diperbaiki sehingga Pemilu jurdil bisa dihadirkan untuk masyarakat," kata dia.
Sumber : Tribunnews.Com