IndonesiaKiniNews.com - Keberhasilan polisi yang tak sampai 24 jam mengungkap dan menangkap remaja Tionghoa yang mengancam pancung dan temb...
IndonesiaKiniNews.com - Keberhasilan polisi yang tak sampai 24 jam mengungkap dan menangkap remaja Tionghoa yang mengancam pancung dan tembak kepala Presiden Jokowi mendapat apresiasi.
Salah satunya datang dari Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma.
Namun, ia juga mempertanyakan atas kasus-kasus penghinaan terhadap sejumlah ulama yang sampai saat ini malah tak jelas.
Pemuda Tionghoa yang Ancam Pancung Kepala Jokowi Ternyata Sengaja Ngetes Kemampuan Polisi
Demikian disampaikan Lieus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/5/2018).
“Salut untuk aparat kepolisian yang sangat sigap bertindak,” kata Lieus.
Akan tetapi, aktivis Tionghoa itu juga melontarkan sindiran berkenaan kasus-kasus ujaran kebencian dan penghinaan lainnya.
“Kalau saja terhadap semua ujaran kebencian dan perbuatan penghinaan itu polisi bertindak cepat seperti itu, pastilah kejadian seperti ini tidak terus terulang,” kata dia.
Lies menganggap, ada perbedaan perlakuan dalam kasus ujaran kebencian dan penghinaan terhadap penguasa dibandingkan dengan ulama.
Ia lalu mencontohkan kasus penghinaan terhadap Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab yang sudah ia laporkan ke polisi.
“Sampai kini tidak jelas apa tindakan polisi. Padahal laporan itu sudah berbulan-bulan yang lalu saya lakukan,” beber Lieus.
Atas dasar itu, ia berasumsi bahwa memang ada diskrimasi hukum yang dijalankan polisi dalam penegakan hukum di negeri ini.
Sebab menurutnya, jika yang jadi korban dari pihak penguasa atau pendukungnya, polisi langsung bertindak cepat.
“Sebaliknya, sangat lamban kalau korbannya bukan dari pihak penguasa atau pendukung penguasa,” sesalnya.
Contoh lain yang ia kemukakan adalah laporan masyarakat tentang penghinaan seorang warga China bernama David terhadap Tuan Guru Bajang.
Lalu,ada juga laporan atas penghinaan dan ujaran kebencian yang dilakukan Sukmawati Soekarnoputri terkait puisinya.
“Semua laporan itu tak jelas kemana larinya,” kata Lieus.
Kendati demikian, ia mengimbau masyarakat agar menghentikan penyebaran ujaran kebencian dan penghinaan melalui media sosial.
“Jangankan kepada kepala negara, terhadap sesama rakyat pun hal itu tidak boleh dilakukan,” ujarnya.
Ia juga menyarankan untuk tak memilih presiden atau parpol yang berkuasa sekarang di 2019 jika memang tidak suka.
“Tidak boleh dengan cara menyebarkan ujaran kebencian seperti yang dilakukan pemuda Cina tersebut,” tutupnya.
sumber: pojoksatu.id