IndonesiaKiniNews.com - Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, pasang badan melawan KPK. Menurutnya, tidak ada alasan bagi KPK untuk men...
IndonesiaKiniNews.com - Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, pasang badan melawan KPK. Menurutnya, tidak ada alasan bagi KPK untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka lagi.
"Saya sudah bilang berulang kali bilang, coba sentuh (Novanto) saya hajar. Maksudnya bukan hajar gimana ya, hajar itu secara hukum saya lapor polisi. Polisi kita hebat kok. Kita kan hukum yang kita jalankan," kata Fredrich di kantornya, Jalan Iskandar Muda, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2017).
Namun Fredrich mengaku hingga saat ini belum menerima keterangan resmi apapun dari KPK terkait hal itu, baik surat perintah penyidikan (sprindik) maupun surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Sebelumnya KPK menyebut ada sprindik baru terkait kasus korupsi e-KTP tetapi tidak menyebutkan siapa tersangka yang telah ditetapkan.
"Tidak (terima sprindik atau SPDP). Nggak perlu (klarifikasi ke KPK), kecuali suratnya itu dikirim ke saya atau KPK mengatakan surat dikirim. Kalau saya nggak terima, saya klarifikasi," ucap Fredrich.
Menurut Fredrich, apabila benar Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK maka akan menjadi preseden buruk. Bahkan, Fredrich menyebut hukum Indonesia sebagai hukum karet apabila sampai benar Novanto jadi tersangka.
"Itu kan justru bakal jadi preseden buruk buat masyarakat. Berarti apa? Kita punya hukum, hukum karet. Tahu nggak karet? Ditarik, tutup, tarik lagi, nggak selesai-selesai. Undang-Undang Dasar berarti harus diubah. Tidak ada kepastian hukum jadikan. Jadi hukum itu suka-suka. Gitu kan," kata Fredrich.
Menurut Fredrich, apabila benar Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK maka akan menjadi preseden buruk. Bahkan, Fredrich menyebut hukum Indonesia sebagai hukum karet apabila sampai benar Novanto jadi tersangka.
"Itu kan justru bakal jadi preseden buruk buat masyarakat. Berarti apa? Kita punya hukum, hukum karet. Tahu nggak karet? Ditarik, tutup, tarik lagi, nggak selesai-selesai. Undang-Undang Dasar berarti harus diubah. Tidak ada kepastian hukum jadikan. Jadi hukum itu suka-suka. Gitu kan," kata Fredrich.
Selain itu, Fredrich juga mengomentari tentang pernyataan KPK yang pernah menyebut ada 200 bukti Novanto terlibat kasus korupsi e-KTP. Menurut Fredrich, KPK mimpi di siang bolong.
"Itu kan dia mimpi di siang bolong. Saksi dalam 184 KUHAP, saksi itu kan satu alat bukti, mau 2 ribu, 2 juta saksi nilainya tetep satu, apalagi saksinya itu, saksi 'katanya'. Semua ini kan saksi di perkara Irman, nggak masuk diakal kan? Kalau merasa perkara Pak SN bener (ada keterlibatan), ya panggil lagi, tanya lagi, 'kamu kenal pak SN nggak?'. Bikin BAP lagi, bukan saksi 'katanya'. Ingat, saksi adalah orang yang melihat dan mendengar langsung," kata Fredrich.
Meski demikian, Fredrich mempersilakan apabila KPK akan menetapkan Novanto sebagai tersangka lagi. Fredrich mengaku akan mempidanakan KPK apabila hal itu benar terjadi.
"Itu kan dia mimpi di siang bolong. Saksi dalam 184 KUHAP, saksi itu kan satu alat bukti, mau 2 ribu, 2 juta saksi nilainya tetep satu, apalagi saksinya itu, saksi 'katanya'. Semua ini kan saksi di perkara Irman, nggak masuk diakal kan? Kalau merasa perkara Pak SN bener (ada keterlibatan), ya panggil lagi, tanya lagi, 'kamu kenal pak SN nggak?'. Bikin BAP lagi, bukan saksi 'katanya'. Ingat, saksi adalah orang yang melihat dan mendengar langsung," kata Fredrich.
Meski demikian, Fredrich mempersilakan apabila KPK akan menetapkan Novanto sebagai tersangka lagi. Fredrich mengaku akan mempidanakan KPK apabila hal itu benar terjadi.
"Kalau sekarang sprindik dikeluarkan ya berarti silakan kirim ke kami, adalah hak dari KPK mau keluarkan surat sprindik, keluarkan, SPDP, surat panggilan, dan lain-lain," kata Fredrich.
"Tapi adalah hak saya untuk defense. Mungkin saya ajukan praperadilan, saya bisa pidanakan mereka. Kalau perlu bisa saya bawa ke pengadilan internasional. Kenapa hukumnya sekarang tidak bisa jalan di Indonesia. Ini kan melanggar HAM. Bisa saya bawa ke Den Haag, walaupun memalukan saya karena saya WNI kan. Ini kan masalahnya seperti jadi balas dendam pribadi. Di antara sekian yang ditetapkan sebagai tersangka, saksi, yang dicekal satu-satunya di imigrasi haya Pak Setnov. Ini berarti kan sentimen pribadi, ada permainan politik," imbuh Fredrich.
"Tapi adalah hak saya untuk defense. Mungkin saya ajukan praperadilan, saya bisa pidanakan mereka. Kalau perlu bisa saya bawa ke pengadilan internasional. Kenapa hukumnya sekarang tidak bisa jalan di Indonesia. Ini kan melanggar HAM. Bisa saya bawa ke Den Haag, walaupun memalukan saya karena saya WNI kan. Ini kan masalahnya seperti jadi balas dendam pribadi. Di antara sekian yang ditetapkan sebagai tersangka, saksi, yang dicekal satu-satunya di imigrasi haya Pak Setnov. Ini berarti kan sentimen pribadi, ada permainan politik," imbuh Fredrich.
Sumber: detik.com