IndonesiaKiniNews.com - Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, memperlihatkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dia ...
IndonesiaKiniNews.com - Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, memperlihatkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dia terima dari penyidik Bareskrim Polri.
SPDP itu menunjukan laporan Fredrich mengenai dugaan penyalahgunaan yang dilakukan Ketua KPK Agus Raharjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sudah masuk ke tahap penyidikan atau ditemukan indikasi tindak pidana.
SPDP itu terkait laporan yang dibuat tim pengacara Setya Novanto pada 9 Oktober 2019.
Dalam laporannya, selain menuding Ketua KPK menyalahgunakan kekuasaan, Fredrich juga menyatakan ada pembuatan keterangan palsu yang dilakukan KPK.
"Membuat surat keterangan seolah olah benar. kemudian penyalahgunaan kekuasaan. dan dalam menjalankan tugas tindak pidana korupsi melanggar Pasal 421, ancaman hukumnya 6 tahun penjara," kata Fredrich di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/17).
Dalam pelaporan ini, Fredrich mengaku sudah menyerahkan sejumlah bukti terkait tudingannya.
"Bukti dari kita kami sudah serahkan. Kami tidak bisa buka karena itu mempengaruhi pemeriksaan. Yang penting sekarang harus tahu bahwa ada pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh oknum KPK," sebutnya.
SPDP itu sudah dikirimkan Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung.
Pengiriman SPDP itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan penegak hukum saat menangani sebuah perkara.
Pada Senin (9/10/17) lalu, pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mendatangi Bareskrim Polri setelah mendapatkan kuasa dari Sandi Kurniawan.
Namun ia enggan mengatakan lebih lanjut alasannya mendatangi Bareskrim kala itu.
Belakangan diketahui bahwa dirinya ke Bareskrim untuk melaporkan pimpinan KPK, Saut Situmorang, untuk dugaan pemalsuan surat masa perpanjangan pencekalan ke luar negeri Ketua DPR Setya Novanto.
Dalam laporannya, terdapat LP dengan nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim, atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu dan menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
Sumber: kumparan.com