IndonesiaKiniNews.com - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat lagi-lagi berselisih dengan anggota DPRD DKI. Kali ini berdampak pada t...
IndonesiaKiniNews.com - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat lagi-lagi berselisih dengan anggota DPRD DKI.
Kali ini berdampak pada tertundanya pengesahan APBD Perubahan (APBD-P) 2017.
DPRD menilai Djarot tidak jelas terkait pemberian berbagai tunjangan kepada DPRD DKI oleh anggota Dewan.
Sebaliknya, Djarot kesal dengan permintaan anggota Dewan terkait tunjangan yang ia nilai terlalu tinggi, antara lain besaran tunjangan transportasi.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Ruslan Amsari mengakui hal tersebut.
Ruslan mengatakan bahwa DPRD DKI mengajukan 2 pilihan terkait penghitungan kenaikan tunjangan transportasi untuk anggota Dewan.
Pertama, menghitungnya dari biaya sewa mobil Toyota Crown senilai Rp 19 juta per bulan.
Kedua, dihitung dari biaya sewa mobil berkapasitas mesin 2400 cc atau sekelas Mercedes Benz (Mercy), seharga Rp 21 juta per bulan.
Djarot Saiful Hidayat tak setuju dengan dua usulan penghitungan tunjangan transportasi yang diajukan DPRD tersebut.
Ia berpendapat, usulan yang dimasukkan DPRD merupakan standar Toyota Prado, bahkan Mercy.
Padahal nilai riil ditentukan berdasarkan jenis kendaraan, seperti Toyota Camry maupun Toyota Altis yang sekarang dipakai sebagai kendaraan dinas anggota dewan yang biaya sewanya 'hanya' Rp 13 juta per bulan.
"Ada ukurannya. Kami enggak sepakat," ujar Djarot di Lapangan eks IRTI Monas, Jakarta Pusat, Senin (2/10/17)
Komponen tunjangan transportasi dewan menjadi salah satu alasan Djarot belum menyetujui Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur kenaikan tunjangan dewan.
Ia juga meminta agar mobil anggota Dewan ditarik, apabila tunjangan transportasi sudah dinaikkan.
"Mobil harus ditarik. Saya minta itu sebelum dikeluarin (tunjangan transportasi), mobil Dewan (yang jumlahnya) 101 itu harus ditarik dulu, baru kita ganti dengan tunjangan transportasi. Sebelum dikembalikan, jangan dikeluarkan tunjangan transportasi itu," tegasnya.
Djarot juga meminta mobil dinas dewan segera dilelang. Proses itu tak perlu menunggu lima tahun. "Langsung dilelang. Itu juga masih belum sepakat," ujarnya.
Selain tunjangan transportasi, Djarot juga menyinggung kenaikan tunjangan biaya rapat, dimana Ketua DPRD mendapat tunjangan Rp 3 juta dalam satu kali rapat, lalu Wakil Ketua Rp 2 juta dan anggota Rp 500.000.
Mantan Wali Kota Blitar itu ingin Pergub yang mengatur soal detail kenaikan tunjangan dewan disempurnakan sebelum masuk dalam APBD-P 2017.
Santai
Sejumlah anggota DPRD DKI menanggapi santai permintaan Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat agar mobil dinas anggota Dewan ditarik, sebelum digantikan dengan tunjangan transportasi.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Iman Satria, mengatakan, permintaan Djarot menarik mobil dinas anggota dewan tergolong permintaan biasa.
"Itu sah-sah saja, tapi ya setujui dulu tunjangan transportasi. Penarikan mobil dinas itu dilakukan harus berbarengan setelah anggota Dewan mendapat tunjangan transportasi," kata Satria ketika dihubungi, Senin (2/10/17)
Sedangkan Wakil Balegda DPRD DKI, Mery Hotma, mengaku sepakat dengan keinginan Djarot. "Ya nanti akan kita tindaklanjuti," ujarnya.
Tapi dia menambahkan, semua akan ditindaklanjuti setelah ada kejelasan tunjangan transportasi anggota Dewan.
Sudah ditetapkan
Terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI Muhamad Taufik mengaku terheran-heran dengan sikap Djarot yang mendadak emosi dan berbicara ke media bahwa ia keberatan dengan kenaikan tunjangan angggota Dewan yang kelewat tinggi.
"Sudah selesai kok itu, sudah kita bahas tadi pagi sebelum pengesahan itu. Udah beres itu," kata Taufik ketika dihubungi Wartakotalive.com, Senin (2/10/17).
Bahkan, kata Taufik, Perda APBD-P 2017 sudah ditetapkan, Senin (2/9/17) pagi. Sehingga tak ada lagi alasan bagi Djarot untuk tidak menandatangani Pergub Pelaksanaan APBD-P 2017.
Apabila Djarot tak mau menandatangani itu, imbasnya justru buruk, yakni seluruh kegiatan yang ada di APBD-P 2017 jadi tak bisa dilaksanakan.
"Kalau tak ditandatangi Pergub itu, justru jadi menghambat pembangunan Pak Djarot," ujar Taufik.
Sebab setelah penandatangan Pergub Pelaksanaan APBD-P 2017 masih ada langkah lain yang mesti ditunggu. Antara lain evaluasi Perda APBD-P 2017 oleh Kemendagri, lalu hasil evaluasi dikembalikan ke DPRD DKI.
Selanjutnya DPRD membahas lagi draft evaluasi APBD-P 2017 bersama dengan Pemprov DKI. Baru kemudian hasil pembahasan evaluasi itu kembali dibahas bersama Kemendagri.
Terakhir, setelah pembahasan hasil evaluasi di Kemendagri bersama DPRD DKI dan Pemprov, Perda APBD-P itu bisa dijalankan.
Maka, kata Taufik, seharusnya Djarot menandatangani saja Pergub Pelaksanaan APBD-P 2017 dulu dan biarkan Kemendagri yang mengevaluasi.
sumber: tribunnews.com