IndonesiaKiniNews.com - CERITA MYANMAR: INDONESIA SAUDARA KAMI Yuhuuuuuu.....ada yang mau demo di Candi Borobudur ya? Xixixixi...gak salah ...
IndonesiaKiniNews.com - CERITA MYANMAR: INDONESIA SAUDARA KAMI
Yuhuuuuuu.....ada yang mau demo di Candi Borobudur ya? Xixixixi...gak salah sasaran tuh son?
Coba di cek arah kompas nya dulu mas bro dan mba sus...Buddha nya Myanmar itu aliran Theravada, sedangkan Borobudur itu aliran Mahayana.
Nah lhoooo. Crigis! Yang penting Budha! Lha..ntar eike bilang ini macam sunni-syiah...lu pade kejet-kejet. Susah dah! 😑
Anyway...saya pertama kali ke Myanmar dalam kunjungan kerja Presiden RI ke Myanmar di tengah-tengah desakan Internasional, yang dimotori oleh AS, untuk menjatuhkan sanksi internasional kepada Myanmar yang dianggap menentang jalannya demokrasi di ASEAN dengan perlakukan yang dianggap tidak adil terhadap AU SAN SU KYI yang masih menjadi tahanan rumah di Rangoon.
Suasana ASEAN memanas kala itu (2007), Jenderal Than Swee menentang semua permintaan dunia internasional dan berencana memindahkan ibu kota negara ke daerah perbukitan bernama Pyanmana.
Indonesia, menjadi satu-satunya negara yang diterima oleh Jenderal Than Swee di minggu-minggu kritis itu.
Setelah sebelumya Junta Militer menolak kehadiran Menlu AS, Condy Rice sebagai utusan Presiden AS George Bush. Masalah Rakhine State, sudah ada di meja saat itu.
Terkait indikasi munculnya Arakhan Army, yaitu: masyarakat sipil bersenjata di Rakhine State yang akhirnya baru memproklamirkan eksistensinya di tahun 2009 setelah Myanmar memiliki pemerintahan demokrasi pertamanya.
Dan menjadi kelompok bersenjata pemberontak yang mengacaukan keamanan untuk keseluruhan wilayah Rakhine.
Populasi Rakhine, secara etnis dan agama juga beragam. Nah..tahu kan negara bagian Rakhine ini kembali populer sekarang karena salah satu kelompok minoritas masyarakatnya saat ini kembali menjadi spotlight: ROHINGYA yang kebetulan muslim.
Tetapi menu utamanya saat itu, masih fokus pada pembebasan tahanan rumah untuk Su Kyi dan diselenggarakannya pemilu yang transparan dan bisa diikuti oleh siapa saja ( maksudnya Su Kyi & NLD nya disini), serta akan diawasi oleh badan-badan internasional. Itu pesan yang ingin dititipkan oleh utusan PBB yang tidak berhasil menemui Than Swee.
Riuh massa di Myanmar saat itu, masih terskala pada protes NLD akan otoriterisme Junta Militer dan perlakukan Junta Militer terhadap SIMBOL perjuangan mereka AU SAN SU KYI. NLD saat itu memiliki basis massa di kelompok muda dan mahasiswa. Sound familiar? Ya iyalaaaaah....lh wong kondisi sospol nya mirip Indonesia tahun 1998 :)
Oya, saat itu saya menjadi tim advance kepresidenan. Wohooooo, itu kali pertamanya saya bekerja dalam situasi dimana internet di matikan, jaringan telepon diawasi (ini diplomatik ya bo')...jadi protes keberatan kami yang pertama tentunya saat rapat gabungan dengan Pemerintah Myanmar adalah tentang tata cara diplomasi menyambut tamu negara.
Lha piye jal? Ora iso kerjo je dab....kirim laporan ke Jakarta itu wedeeeeh. Sampai mesti lewat underground IT sistem segala deh. Akhirnya....karena Than Swee sangat menghormati itikad baik INDONESIA, selama kunjungan kenegaraan & kerja Presiden RI di Rangoon...dibukakan jalur internet & komunikasi serta perjanjian keamanan tidak disadap.
Dengan dasar kepercayaan yang dijamin masing-masing kepala prokoler negara. Resikonya sih hotel kami di awasi ketat.
Bahkan saat saya renang (yes, I am good swimmer dan selalu sempatkan diri nyemplung saat dinas)....Intel-intel junta militer nya ngawasainnya rada mencolok bo', lihat cewek cakep renang kali. Buahahaha...GR bin kepedean ya, yo ben! 🤣
Cut the story short. Bilateral meeting yang istilahnya fruitful. Indonesia berhasil meyakinkan Pemerintah Junta Militer dan Jenderal Than Swee, transisi demokrasi memang mejadi suatu jalan yang harus diterima oleh pemerintah manapun di ASEAN karena perubahan kondisi masyarakat.
Keterbukaan dan partisipasi masyarakat menjadi kebutuhan. Indonesia mendorong dan akan membantu Myanmar secara aktif dalam mengawal tahapan transisi Myanmar menuju demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis. Presiden SBY dititipi banyak sekali pesan untuk Myanmar, baik dari PBB, ASEAN, dan Presiden AS.
Tetapi dengan bijak, Presiden SBY mengedepankan mutual trust antara Pemerintah Indonesia dan Myanmar.
Dimana sektor pendidikan dan budaya menjadi titik masuk kerjasama SOFT POWER POLICY Indonesia. Oh ya, FYI ya...Indonesia International School itu menjadi sekolah favorit di Rangoon, bahkan cucu Jenderal Than Swee pun bersekolah disitu.
Jadi agenda mendorong pembebasan SU KYI dari tahanan rumah yang merupakan titipan Presiden AS, tidak dilakukan!
Setelah 2007, Kerjasama Indonesia-Myanmar sangat dinamis dan akrab. Di setiap acara KTT, Presiden SBY dan Jenderal Than Swee akan bertegur sapa.
Indonesia pun mengirim beberapa ahli pemilu dan anggota KPU untuk melakukan bimtek bagi penyelenggaraan pemilu pertama di Myanmar dimana NLD partai yang identik dengan SU KYI menjadi pemenangnya. Permintaan kerjasama bimtek itu dilakukan oleh Pemeritah Myanmar dibawah pimpinan Jenderal Than Swee.
Kerjasama non politik pun dilakukan secara dinamis. Indonesia aktif dengan tetap memperhatikan posisi Myanmar sebagai negara berdaulat. Indonesia tidak menutup mata dengan terjadinya berbagai masalah kemanusiaan yang terjadi, sebagai implikasi transisi demokrasi di Myanmar.
Tanpa menggunakan megaphone diplomacy, dengan bergerak melalui berbagai lembaga kemanusiaan...Indonesia senantiasa hadir untuk saudara-saudara kita di Myanmar.
Kenapa? Karena Indonesia dan Myanmar selalu bersahabat. Presiden Soekarno menyebut Burma, nama resmi Myanmar sebelumnya, sebagai KAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN YANG SEJATI. Burma menjadi negara pertama di kawasan Asia yang mengakui kedaulatan Indonesia, pada tanggal 23 November 1947.
Bahkan...saat pesawat kepresidenan RI Dakota RI-001 yang membawa Presiden Sukarno ditolak mendarat di India karena sebagai bagian dari persemakmuran Inggris, India mendukung agresi militer Belanda...Burma lah satu-satunya negara yang mengijinkan wilayahnya di darati oleh Pesawat Kepresidenan Indonesia. Tet toooot...fakta baru untuk dirimu kan son? Wakakakakaka :D
Oya, judul artikel ini adalah ucapan Jenderal Than Swee kepada Presiden SBY ketika bilateral meeting dimulai. Dan, begitu hormatnya Than Swee pada Indonesia, jajaran Junta Militer menerima rombongan Indonesia dengan menggunakan baju nasional mereka yang serupa baju surjan pendek, ikat kepala, sarung dan sandal jepit. Oya, saya pun dapat suvernir berupa baju tradisional Myanmar, sandal jepit bludru warna hitam dan gelang dari giok yang cakeeep banget :)
Wiiiiih....panjang banget yak! Bottom line nya gini lho, son! Masalah Rohingya itu bukan masalah AGAMA. Agama dijadikan bungkus...iya! Ada tragedi kemanusiaan?
BETUL! Tetapi masalahnya jauh lebih kompleks, SARA menjadi percikan api yang paling efektif untuk menggesek sebuah pemerintahan yang berdaulat dengan mengatas namakan peduli umat atas nama suatu agama.
Indonesia selalu hadir dan aktif dalam setiap kegiatan kemanusiaan. Bahkan tahun 2012, tim PMI yang dipimpin oleh JK menjadi satu-satunya bantuan kemanusiaan yang bisa masuk di Rakhine State.
Tindakan tegas sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi dan jajarannya. Langkah diplomasi sudah cantik dilakukan oleh Kemenlu terkait penyelesaian masalah kemanusiaan yang melibatkan etnis Rohingya.
Bicara dengan Menlu Banghladesh adalah pilihan bijak, karena masyarakat Rohingya merasa dirinya adalah bagian dari etnis di Bangladesh. Benar-benar sebuah domestic affair bagi Myanmar.
Saatnya kita tenang dan mau membaca dengan jeli. Think before we speak, read wisely...no prejudice! Agar kita tidak dimanfaatkan sesiapa pun juga yang memanfaatkan situasi keruh ini untuk kepentingannya.
#myjourney #workingmom #indexpolitica #myanmar #rangoon #rakhinestate #rohingya #daysofpresidency
Sumber : Arum Kusumaningtyas